Cerpen Terbaru: Aku Berdoa Pada Langit Yang Sama, Tapi Tuhan Berpihak Padamu

Aku Berdoa pada Langit yang Sama, Tapi Tuhan Berpihak Padamu

Aula Kemegahan Emas Istana Chang'an bagaikan sangkar burung raksasa. Lampu-lampu kristal berkilauan, memantulkan cahaya ke lantai marmer yang dipoles hingga memantulkan bayangan para pejabat yang hadir. Setiap langkah mereka terukur, setiap tatapan penuh perhitungan. Di balik senyum manis, tersembunyi DURI pengkhianatan yang siap menggores. Bisikan-bisikan halus, bagai desiran angin kematian, menyusup di balik tirai sutra berwarna giok.

Di tengah kerumunan, berdiri Kaisar Li Wei, sosoknya tegak bak gunung. Wajahnya tampan namun dingin, matanya setajam elang, selalu mengamati. Di sisinya, berdiri Permaisuri Xiao Rou, kecantikannya bagai bulan purnama. Namun, senyumnya hampa, hatinya dipenuhi KEMILUAN yang tersembunyi.

Li Wei dan Xiao Rou. Cinta mereka adalah benang merah yang terjalin rumit dengan kekuasaan. Mereka menikah bukan karena cinta, melainkan karena kepentingan politik. Li Wei membutuhkan dukungan klan Xiao yang kuat untuk mempertahankan takhtanya. Xiao Rou, di sisi lain, dijanjikan posisi TERTINGGI di istana.

Namun, di balik topeng pernikahan politik, tersembunyi perasaan yang tak terduga. Li Wei mulai terpikat dengan kecerdasan dan ketegasan Xiao Rou. Xiao Rou, meski terluka oleh ketidakpedulian Li Wei, diam-diam mengagumi kekuatannya.

"Xiao Rou," bisik Li Wei suatu malam, di taman istana yang dipenuhi bunga persik yang mekar. "Aku... aku mungkin telah meremehkanmu."

Xiao Rou menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Yang Mulia, istana ini adalah permainan. Setiap janji adalah pedang. Aku hanyalah bidak di papan caturmu."

Kata-kata itu menghantam Li Wei. Dia tahu, permainannya telah terlalu jauh. Dia telah melukai hati wanita yang diam-diam dicintainya.

Waktu berlalu, intrik istana semakin memanas. Fitnah, pengkhianatan, dan pembunuhan menjadi santapan sehari-hari. Klan Xiao mulai kehilangan pengaruh. Li Wei, terdorong oleh ambisi dan ketakutan, mulai menjauh dari Xiao Rou.

Di saat-saat TERGELAP, Xiao Rou menyadari satu hal: dia tidak bisa lagi menjadi bidak. Dia harus menjadi ratu, yang memegang kendali permainan. Dia mulai menyusun rencana.

Malam itu, di perjamuan istana, Xiao Rou menuangkan anggur untuk Li Wei. Senyumnya manis, tatapannya teduh.

"Yang Mulia," ucapnya lembut. "Semoga panjang umur."

Li Wei tersenyum dan meneguk anggurnya. Beberapa saat kemudian, dia jatuh ke lantai, kejang-kejang. Aula Kemegahan Emas dipenuhi jeritan dan kepanikan.

Xiao Rou berdiri tegak, bagai patung es. "Aku berdoa pada langit yang sama denganmu, Li Wei. Tapi, ternyata TUHAN BERPIHAK PADAKU."

Dengan dingin, Xiao Rou memerintahkan para penjaga untuk menangkap para pemberontak. Dia, dengan anggun dan mematikan, mengambil alih takhta.

Kaisar baru telah lahir. Dan sejarah baru saja menulis ulang dirinya sendiri, dengan tinta merah yang pekat... darah.

You Might Also Like: Peluang Bisnis Kosmetik Bisnis

OlderNewest

Post a Comment