Danau Hati Teratai, yang dulu menjadi saksi bisu janji abadi, kini membeku dalam amarah musim dingin. Di tepinya, berdiri Lan Yu, jubah putihnya berkibar tertiup angin neraka, wajahnya pucat pasi. Di hadapannya, terikat di tiang hukuman es, berlutut Jian Feng, sang Jenderal Agung yang dulu begitu diagungkannya.
Dulu, Jian Feng adalah mentarinya. Senyumnya adalah fajar, kata-katanya adalah bintang penuntun. Mereka bersumpah di bawah rembulan bahwa takdir mereka terikat, bahwa pedang Jian Feng akan melindungi senyum Lan Yu selamanya. Namun, kekuasaan meracuni hati Jian Feng. Ia memilih tahta di atas cinta, ambisi di atas kesetiaan. Ia menikahi putri kaisar, mengkhianati Lan Yu, dan mengirimnya ke pengasingan.
Sekarang, Lan Yu telah kembali. Bukan sebagai gadis polos yang mencintai dengan sepenuh hati, melainkan sebagai seorang wanita yang ditempa oleh kepahitan dan dendam. Ia telah belajar ilmu sihir terlarang, menguasai seni bela diri yang mematikan, dan mengumpulkan pasukan yang setia padanya. Ia telah menaklukkan kembali istana, merebut tahta yang seharusnya menjadi miliknya. Dan kini, Jian Feng berada dalam genggamannya.
"Jian Feng," bisik Lan Yu, suaranya serak, nyaris tak terdengar di tengah gemuruh angin. "Apakah kau ingat janji kita di Danau Hati Teratai? Bahwa kau akan melindungiku, selamanya?"
Jian Feng mengangkat kepalanya, matanya yang dulu bersinar penuh cinta, kini redup dan penuh penyesalan. "Lan Yu... aku..."
"Diam!" Lan Yu membentak, air mata membeku di pipinya. "Jangan sebut namaku! Kau telah membunuhnya, Jian Feng. Kau telah membunuh gadis kecil yang percaya padamu, yang mencintaimu lebih dari hidupnya sendiri!"
Ia mendekat, mencengkeram rahang Jian Feng dengan tangan dinginnya. "Kau memilih kekuasaan, Jian Feng. Kau memilih emas dan tahta. Sekarang, rasakanlah harga pengkhianatanmu."
Ia melepaskan cengkeramannya dan berbalik, memberikan isyarat kepada algojo. Angin bertiup semakin kencang, seolah alam semesta sendiri menangis atas tragedi ini.
Sesaat kemudian, pedang algojo terhunus. Jian Feng menutup matanya, sebulir air mata menetes dari sudut matanya. Ia pantas mendapatkannya. Ia telah menghancurkan hati Lan Yu, meremukkan jiwanya.
Namun, ketika pedang itu jatuh, tiba-tiba terdengar suara retakan es yang menggelegar. Danau Hati Teratai, yang telah lama membeku, pecah menjadi ribuan kepingan. Energi sihir yang dahsyat terpancar dari danau yang retak, menyapu seluruh area.
Lan Yu terhuyung, merasakan kekuatan dahsyat yang tak terkendali. Ia menyadari bahwa ini bukanlah kekuatannya sendiri. Ini adalah kemarahan alam, balas dendam dari danau yang telah menyaksikan pengkhianatan itu.
Jian Feng menghilang dalam pusaran es dan air, lenyap tanpa jejak. Lan Yu berdiri terpaku, menyaksikan danau itu kembali membeku, menyisakan kesunyian yang mencekam.
Balas dendam memang telah ditunaikan, namun bukan oleh tangannya. Takdir telah menuntut keadilan, namun dengan cara yang tragis.
Cinta dan dendam, terkadang, menari di tepian jurang yang sama, dan neraka adalah panggung mereka.
You Might Also Like: Unveiling Enigma Understanding
Post a Comment