Tangisan yang Menjadi Nyanyian Jiwa
Hujan gerimis menari di jendela Kamar Kaisar, memantulkan cahaya rembulan yang sayu. Di dalam sana, Li Mei, permaisuri yang anggun, duduk bersimpuh di depan meja rias. Bayangannya di cermin memancarkan ketenangan palsu, topeng yang telah lama ia kenakan untuk menutupi badai yang mengamuk di hatinya.
Lima tahun. Lima tahun ia mencintai Kaisar Zhao, lima tahun ia mengabdikan diri sepenuhnya. Senyum manis yang selalu ia suguhkan adalah ilusi. Pelukan hangat yang dulu memberinya rasa aman, kini terasa beracun. Janji-janji manis yang terucap di bawah rembulan, kini menjelma menjadi belati yang menikam jantungnya perlahan.
Zhao, sang Kaisar yang ia puja, telah jatuh ke dalam pelukan wanita lain. Selir Yun, dengan parasnya yang memesona dan rayuan yang memabukkan, telah merebut hatinya. Li Mei mengetahuinya, tentu saja. Informasi mengalir deras di istana, seperti sungai yang tak pernah kering. Ia memilih untuk diam, menyimpan setiap tetes air mata di balik senyumnya yang tabah.
"Yang Mulia Permaisuri," seorang dayang masuk dengan ragu-ragu, "Kaisar Zhao memanggil Anda ke Paviliun Anggrek."
Li Mei mengangguk, menerima panggilan itu dengan anggun. Ia berdiri, merapikan gaun sutranya yang berwarna lilac. Lilac, warna kesetiaan dan pengabdian. Ironis.
Di Paviliun Anggrek, Zhao duduk bersantai, dikelilingi oleh para dayang yang menaburkan kelopak bunga. Selir Yun berbaring manja di pangkuannya, tertawa genit mendengar lelucon Kaisar. Pemandangan itu menusuk hati Li Mei, namun ia tetap tersenyum.
"Mei'er," sapa Zhao, suaranya terdengar datar. "Aku ingin memberimu hadiah."
Hadiah? Setelah semua yang telah terjadi? Li Mei menaikkan alisnya sedikit.
Zhao memberikan isyarat, dan seorang kasim maju membawa gulungan sutra. Gulungan itu dibuka, memperlihatkan dekrit kaisar.
"Aku mengangkat Selir Yun menjadi Permaisuri Kedua," Zhao membacakan dengan suara lantang. "Dan kau, Mei'er, akan aku beri gelar Putri Kehormatan, dengan istana pribadi di luar kota."
DEG! Jantung Li Mei terasa berhenti berdetak. Diusir. Dibuang seperti sampah.
Namun, di wajahnya, senyumnya semakin melebar. "Saya menerima titah Yang Mulia," ucapnya dengan suara yang tenang, bahkan terkesan bahagia. "Saya akan segera bersiap untuk keberangkatan."
Zhao tampak bingung dengan reaksinya. Ia mengharapkan amarah, air mata, permohonan. Bukan ketenangan yang menusuk seperti ini.
Beberapa bulan kemudian, Li Mei meninggalkan istana dengan anggun. Ia membawa serta semua pelayan setianya, dan juga… pengetahuan. Pengetahuan tentang kelemahan Zhao, tentang intrik istana, tentang rahasia gelap yang terkubur di bawah fondasi kekuasaannya.
Di istana barunya, Li Mei tidak berdiam diri. Ia membangun jaringan, mengumpulkan sekutu, dan merencanakan balas dendamnya. Bukan balas dendam berdarah, bukan perang terbuka. Tapi balas dendam yang jauh lebih kejam.
Perlahan tapi pasti, Li Mei mulai memainkan bidaknya. Ia menyebarkan desas-desus tentang Selir Yun, tentang ambisinya yang tak terbatas, tentang hubungannya dengan keluarga korup di pemerintahan. Ia membocorkan informasi tentang kelemahan Zhao kepada musuh-musuh politiknya.
Akibatnya, kekuasaan Zhao mulai goyah. Selir Yun kehilangan dukungan dari para pejabat istana. Ekonomi kerajaan merosot karena korupsi yang merajalela. Pemberontakan muncul di berbagai daerah.
Zhao, yang dulu perkasa, kini menjadi boneka yang menari mengikuti irama yang dimainkan oleh Li Mei. Ia menyesali keputusannya, menyesali pengkhianatannya, menyesali segalanya.
Suatu malam, Zhao mendatangi istana Li Mei. Ia berlutut di hadapannya, memohon ampunan.
"Mei'er, aku mohon, ampuni aku. Aku tahu aku telah berbuat salah padamu. Aku butuh bantuanmu."
Li Mei menatapnya dengan tatapan dingin yang membekukan. "Dulu, kau adalah matahariku. Sekarang, kau hanyalah abu yang bertebaran di angin."
Ia tidak membunuh Zhao. Ia tidak menyiksanya. Ia hanya meninggalkannya dalam penyesalan abadi, dalam kehancuran kekuasaan, dalam kesendirian yang memilukan. Balas dendamnya terasa manis sekaligus pahit. Kemenangannya terasa kosong.
Di akhir hidupnya, Li Mei menatap langit malam yang bertabur bintang. Ia tahu, cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama: hati yang terluka.
You Might Also Like: 0895403292432 Agen Kosmetik Bimbingan
Post a Comment