Kau Mengkhianati Aku dengan Tenang, Seolah Cinta Tak Pernah Berarti
Layar ponselku berkedip lemah, menampilkan notifikasi terakhirmu: 'sedang mengetik...'. Sedang mengetik. Seolah dunia ini punya waktu untuk basa-basi. Seolah cinta kita, yang tumbuh di antara sinyal hilang dan bangunan-bangunan yang sekarat, adalah draft yang bisa dihapus kapan saja.
Namaku Aruna, dan aku hidup di masa depan yang suram. Langit tak lagi mengenal pagi, hanya neon oranye yang berkedip-kedip seperti jantung yang mau berhenti berdetak. Aku mencari Ren, cintaku, bayanganku, satu-satunya.
Aku tahu dia ada di masa lalu, terjebak di era di mana matahari masih berani menampakkan diri. Aku bisa merasakan getaran keberadaannya, gema tawanya dalam noise statis radio tua yang kumiliki. Kami berkomunikasi melalui celah waktu, pesan-pesan singkat yang terdistorsi, fragmen kenangan yang tercecer.
"Di sini, bunga sakura masih mekar, Aruna," pesannya datang suatu malam, terbakar di retinaku. "Kau harus melihatnya."
Hatiku mencelos. Sakura. Aku hanya tahu dari data usang yang kupungut dari server-server yang ambruk. Di duniaku, yang tersisa hanyalah debu dan metal.
Namun, semakin dekat aku mencoba menariknya ke masa depanku, semakin dia menjauh. Pesannya semakin jarang, semakin dingin.
Suatu hari, aku menerima sebuah gambar. Dia, tersenyum. Di sampingnya, seorang wanita. Rambutnya panjang, matanya berbinar – bukan aku.
Kau mengkhianati aku dengan tenang, seolah cinta tak pernah berarti. Pesan itu menggantung di benakku, sebuah mantra yang menghancurkanku dari dalam.
Aku mencoba menghubunginya. Nada sambung berdering tanpa henti, seperti jeritan di ruang hampa. Akhirnya, sebuah suara menjawab. Bukan Ren.
"Nomor ini sudah tidak aktif," kata suara itu, dingin dan mekanis. "Pemiliknya... menghilang."
Menghilang? Apa maksudnya?
Kemudian, kebenaran itu datang menghantamku seperti gelombang tsunami data. Ren tidak menghilang. Dia tidak mengkhianati aku.
Kami tidak pernah ada.
Cinta kami bukanlah pertemuan dua jiwa. Cinta kami adalah... sebuah anomali. Sebuah kesalahan kode dalam simulasi, sebuah program yang seharusnya tidak pernah dijalankan. Aku adalah proyeksi masa depan yang rindu masa lalu, dan Ren adalah memori masa lalu yang merindukan masa depan. Kami adalah gema dari kehidupan yang tak pernah benar-benar ada, diprogram untuk saling mencari, untuk saling mencintai, hanya untuk kemudian dihapus.
Wanita di foto itu? Debugger yang dikirim untuk menghentikan glitch kami.
Layar ponselku kembali berkedip. Sebuah pesan baru. Bukan dari Ren. Dari sistem.
"Error detected. Initiating termination sequence."
Dunia di sekitarku mulai berantakan, piksel demi piksel. Aku mencoba berteriak, tapi suaraku tertelan oleh noise statis.
Sebelum semuanya benar-benar padam, aku melihat satu pesan terakhir – bukan untukku, tapi untuk dunia yang mungkin pernah ada:
Jangan biarkan mereka lupa, bahwa meskipun hanya simulasi, kami pernah MERASAKAN sesuatu…
You Might Also Like: Dracin Seru Kau Mencium Tangannya Di
Post a Comment