Senja di Istana Terlarang
Hujan menggigil mencambuk atap Istana Terlarang. Rintiknya, bagai air mata langit, mencerminkan kekosongan di hati Kaisar Zhenlong. Ia berdiri di balkon, menatap taman yang dulu saksi bisu cinta mereka, kini hanya genangan air kelabu. Bayangan dirinya memanjang, patah oleh pantulan air, sama patahnya dengan hatinya.
Lima tahun telah berlalu sejak pengkhianatan itu. Lima tahun sejak Xiao Qing, wanita yang ia cintai melebihi takhta dan langit, dituduh berkhianat dan dieksekusi. Ingatan tentang senyumnya, harum teh melati yang selalu ia sediakan, kini hanya hantu yang menghantui setiap sudut istana.
Zhenlong menggenggam liontin giok berbentuk kupu-kupu yang selalu ia simpan. Kupu-kupu, simbol cinta abadi. Ironis. Ia teringat malam terakhir mereka, di bawah cahaya lentera yang nyaris padam. Xiao Qing berbisik, "Cinta kita akan melampaui waktu, Yang Mulia." Kata-kata itu dulu adalah janji, kini terasa seperti kutukan.
Di balik punggungnya, pintu berderit. Selir Mei, wanita yang kini mengisi kekosongan di sisinya, mendekat. Wajahnya cantik, namun matanya dingin. Ia menawarkan secangkir teh.
"Yang Mulia terlihat sedih," ucapnya lembut, suaranya bagai belati berlapis sutra.
Zhenlong menolaknya. "Aku hanya merindukan masa lalu."
"Masa lalu yang penuh kebohongan," bisik Mei, nyaris tak terdengar.
Mendengar itu, Zhenlong berbalik. Cahaya lentera di koridor menyorot wajah Mei, mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi. Sebuah seringai tipis, terukir jelas di bibirnya.
Selama lima tahun, Zhenlong mengira dirinya yang menderita. Ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan, dibutakan oleh cinta dan rasa bersalah. Namun, malam ini, ia menyadari sesuatu yang mengerikan.
"Kau…kau tahu yang sebenarnya tentang Xiao Qing?" tanya Zhenlong, suaranya bergetar.
Mei tersenyum lebih lebar. "Tentu saja, Yang Mulia. Aku yang merencanakan semuanya."
Zhenlong terpaku. Ia merasa jantungnya berhenti berdetak. Selama ini, ia telah salah menilai siapa yang menjadi korban dan siapa yang menjadi algojo.
"Kenapa?"
Mei mendekat, berbisik di telinganya. "Karena aku mencintaimu, Yang Mulia. Dan aku tahu, satu-satunya cara untuk memiliki hatimu adalah dengan menyingkirkan Xiao Qing."
Hujan semakin deras. Cahaya lentera benar-benar padam, meninggalkan mereka dalam kegelapan. Zhenlong terhuyung mundur, merasa dunianya runtuh untuk kedua kalinya.
"Tapi… Xiao Qing tidak pernah berkhianat. Lalu, surat rahasia itu…?"
Mei tertawa dingin. "Surat itu? Aku yang menulisnya, Yang Mulia. Dengan tinta dari sari bunga Kematian Putih."
Zhenlong menatapnya dengan ngeri. Lima tahun ia hidup dalam kepalsuan, dipermainkan oleh wanita yang ia percayai. Dendam membara dalam hatinya, namun ia tahu, ia sudah terlalu terlambat.
Sebelum Zhenlong sempat bereaksi, Mei menjentikkan jarinya. Dua pengawal muncul dari balik pilar, pedang terhunus.
"Maafkan aku, Yang Mulia. Tapi ini demi cinta kita."
Zhenlong, Kaisar yang menyerah pada cinta, kini harus menyerahkan nyawanya. Saat pedang terangkat, ia menutup mata. Sebuah pertanyaan menghantuinya:
Apakah dendam Mei satu-satunya alasan, atau ada kekuatan yang lebih besar yang bermain di balik layar?
You Might Also Like: 171 Inspirasi Sunscreen Mineral Dengan
Post a Comment